Guru Muhammadiyah dan Cahaya yang Tak Pernah Padam

0
fba3da85-271e-40f7-b008-8c57c8938c12

Lingkarmetro.com | Metro – Embun pagi belum sepenuhnya hilang ketika barisan rapi, di antara seragami dan langkah yang tertata, tampak raut wajah yang memancarkan kebanggaan cahaya sebuah kebanggaan yang lahir dari profesi yang sering disebut sebagai “panggilan jiwa”: mengajar, mulai memenuhi Lapangan Margorejo, Metro Selatan, Selasa (25/11/2025).

Hari itu, Forum Guru Muhammadiyah (FGM) Kota Metro kembali menggelar upacara peringatan Hari Guru Nasional. Bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi ruang untuk mengenang perjalanan panjang para pendidik Muhammadiyah yang telah mewarnai peradaban bangsa sejak kelahiran gerakan ini di tangan KH. Ahmad Dahlan.

Udara sejuk pagi berubah hangat ketika Dr. Mukhtar Hadi, M.Si., Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Metro, selaku Inspektur Upacara, melangkah ke podium sebagai inspektur upacara.

Dalam diam, para guru menyimak. Beberapa guru senior berdiri tegap, sementara generasi muda tampak memusatkan perhatian, seolah tak ingin kehilangan satu kalimat pun.

Mukhtar Hadi menyampaikan amanat Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Pendidikan Non Formal (Dikdasmen dan PNF) PP Muhammadiyah bertajuk “Guru Hebat Muhammadiyah Membangun Peradaban Bangsa”.

Kalimat-kalimatnya terasa mengalir lembut, namun tetap menyentuh inti persoalan pendidikan di era modern.

“Guru Muhammadiyah tidak hanya mengajar, tetapi membangun peradaban, menanamkan nilai kemanusiaan, serta merawat keberagaman dan kebangsaan.” ujarnya

Di antara peserta upacara, beberapa guru mengangguk pelan. Ada yang menggenggam map dengan lebih erat. Ada pula yang menatap bendera merah putih sambil menghela napas, seakan mengingat kembali perjalanan panjang mereka di ruang-ruang kelas yang sederhana tetapi penuh harapan.

Mukhtar Hadi kemudian mengurai tiga agenda strategis yang harus diperkuat oleh guru-guru Muhammadiyah hari ini.

Pertama, pembelajaran mendalam bahkan bukan sekadar mentransfer pengetahuan, tetapi menumbuhkan cara berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah.

Kedua, literasi digital dan teknologi, mulai dari coding hingga kecerdasan buatan. Sebuah tantangan baru yang harus dipeluk, bukan dihindari.

Ketiga, pengokohan pendidikan karakter, berlandaskan nilai-nilai Islam dan semangat kemajuan.

“Teknologi boleh melesat,” katanya, “tapi akhlak harus mengakar.”

Beberapa guru saling bertukar pandang seakan sepakat bahwa tugas ini bukanlah beban, melainkan kehormatan.

Di sela-sela pidato, tersirat rasa terima kasih yang dalam kepada para guru. Sebagian dari mereka telah mengabdikan puluhan tahun hidupnya untuk anak-anak yang mungkin tak lagi mereka ingat satu per satu.

Sebagian lainnya masih menata langkah awal, belajar dari senior, jatuh bangun dalam memadukan idealisme dan kenyataan.

“Mereka adalah penjaga masa depan,” ucap Mukhtar sebelum menutup amanatnya. “Dari tangan para guru, akan lahir generasi bangsa yang berilmu dan berakhlak.”

Usai upacara, suasana berubah cair. FGM Kota Metro memberikan penghargaan kepada sekolah dan kepala sekolah yang membawa kemajuan signifikan bagi lembaganya.

Para guru yang selama ini bekerja dalam senyap mendapat panggilan ke depan lapangan, menerima apresiasi sebagai guru dedikatif, kreatif, dan inovatif.

Ada senyum yang mengembang, ada mata yang berkaca-kaca. Ada juga tepuk tangan meriah dari rekan-rekan sejawat merupakan sebuah bentuk penghormatan dari orang-orang yang memahami sulitnya menjadi guru.

Di sela-sela momen penghargaan itu, siswa-siswa turut memeriahkan panggung. Seni tari, tapak suci, pembacaan puisi, hingga penampilan solo song menggema di lapangan.

Seakan menjadi persembahan kecil dari murid kepada para pendidik yang selama ini membimbing mereka dengan penuh kesabaran.

Ketika acara berakhir, sebagian guru tetap bertahan di lapangan, berfoto, bercanda, dan saling menepuk bahu. Ada harapan yang tersimpan di balik senyum mereka: bahwa profesi ini akan terus dihormati, didukung, dan diberdayakan.

Di bawah langit Metro yang mulai memucat oleh siang, peringatan Hari Guru Nasional itu bukan sekadar perayaan. Ia adalah pengingat bahwa peradaban dibangun bukan hanya oleh mereka yang berada di panggung besar sejarah, tetapi juga oleh para guru yang setiap hari berdiri di depan kelas untuk mengubah sedikit demi sedikit dunia di hadapan mereka.

Dan dari Lapangan Margorejo pagi itu, cahaya pengabdian itu terasa tidak akan pernah padam.

Loading

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *